tauajalah.com - Amerika Serikat menjatuhkan "the mother of all bombs" (induk dari segala bom), bom non-nuklir terbesar yang selama ini belum pernah diluncurkan dalam pertempuran, untuk menyerang serangkaian gua dan terowongan yang digunakan oleh kelompok ISIS di Afghanistan timur pada Kamis, kata militer.
Presiden Donald Trump menyebut aksi pemboman itu sebagai bukti dari kebijakan luar negeri AS yang lebih perkasa sejak ia menjabat pada Januari, setelah delapan tahun Presiden Barack Obama berkuasa.
Bom GBU-43 yang memiliki berat 21.600 pound (9.797 kg) dan memuat 11 ton bahan peledak, dijatuhkan dari sebuah pesawat MC-130 di distrik Achin, provinsi Nangarhar, dekat perbatasan dengan Pakistan, kata juru bicara Pentagon, Adam Stump.
GBU-43 ini, yang juga dikenal sebagai "induk dari segala bom," pertama kali diuji pada Maret 2003. Perangkat ini dianggap sangat efektif digunakan untuk menyerang persembunyian kelompok yang berada di bawah tanah. Jenis lain dari bom ini juga sangat efektif menjangkau terowongan yang lebih dalam dan kokoh.
Ini adalah pertama kalinya Amerika Serikat menggunakan bom konvensional dengan ukuran ini dalam konflik.
Trump menggambarkan aksi pemboman ini sebagai "misi yang sangat sukses", dengan tidak segera menjelaskan berapa banyak kerusakan yang ditimbulkan dari penggunaan perangkat itu.
Selama kampanye pemilihan presiden tahun lalu, Trump bersumpah untuk memberikan prioritas terhadap upaya menghancurkan kelompok ISIS, yang sebagian besar beroperasi di Suriah dan Irak. Pekan lalu pihak militer AS melancarkan serangan peluru kendali jelajah terhadap pangkalan udara pemerintah Suriah sebagai tanggapan atas serangan gas kimia yang diduga dilakukan oleh pemerintahaan Bashar.
"Jika Anda melihat apa yang terjadi selama delapan minggu terakhir, dan membandingkannya secara seksama dengan apa yang terjadi selama delapan tahun belakangan ini, kalian akan melihat bahwa terdapat perbedaan yang luar biasa," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih pada Kamis.
Situasi keamanan semakin genting di Afghanistan, dengan sejumlah kelompok pemberontak berusaha mengklaim wilayah lebih dari 15 tahun, setelah invasi AS menggulingkan pemerintahan Taliban.
Sejauh ini, Trump telah memberikan sedikit penjelasan tentang strateginya terhadap Afghanistan, termasuk untuk tetap mempertahankan penempatan 8.400 tentara AS disana. (antara)
0 comments
Post a Comment