tauajalah.com - Ia menghebohkan dunia pada awal Desember lalu. Aleexandra Kefren, gadis cantik asal Rumania yang baru berusia 18 tahun mengungkapkan keinginannya untuk menjual keperawanannya dalam siaran This Morning. Ia menawarkan kegadisannya sekitar Rp33,2 miliar.
Ketika ia ditanya mengapa ia rela menjual keperawanannya karena itu adalah salah satu hal yang spesial buat seorang perempuan?
Menurut Aleexandra, alangkah lebih baik menjual keperawanannya ketimbang memberikannya kepada seorang teman dekat yang mungkin akan meninggalkannya kelak. Keputusan Aleexandra ini kemudian membuat dunia heboh.
Ia melanjutkan, uang yang diperoleh dapat digunakan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri karena ia ingin melanjutkan ke Oxford University untuk mempelajari marketing. Karena dalam rencananya, ia dapat menggunakannya untuk membangun bisnisnya serta membantu kedua orang tuanya.
Aleexandra melelang keperawanannya melalui situs Cinderella Escort. Pria yang berhasil memenangkan tawaran Aleexandra ini adalah seorang pengusaha kaya raya yang berasal dari Hong Kong. Aleexandra akan ditemani oleh staf Cinderella Escorts saat bertemu dengan pria ini. Pihak Cinderella Escorts mengatakan kalau pertemuan mereka akan dilakukan di Jerman.
Menjual keperawanan dapat dikatakan sebagai “jalan pintas” bagi perempuan untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang besar, meski tak semua mengharapkan imbalan uang. Namun setiap perempuan tentu memiliki motif serta alasan yang berbeda.
Perempuan lain yang tak kalah menghebohkan dunia adalah Natalie Dylan. Perempuan asal San Diego ini pada 2008 lalu melelang keperawanannya melalui situs online eBay dengan penawaran sebesar Rp49,2 miliar karena ia sangat membutuhkan uang untuk pendidikannya.
Apa yang dilakukan Dylan ternyata ditiru perempuan lainnya. Seorang pelajar yang mengidentifiaksi dirinya sebagai Elizabeth Raine melelang keperawanannya karena terinspirasi dari apa yang dilakukan Dylan. Ia menawarkan keperawanannya seharga Rp5,3 miliar.
Ada juga Katherine Stone yang berasal dari Amerika Serikat yang diketahui juga menawarkan kegadisannya seharga Rp5,3 miliar karena terinspirasi Dylan. Menjual kegadisan perempuan yang bercita-cita ingin menjadi pengacara itu adalah cara yang dianggap “cepat” untuk mendapatkan sejumlah uang.
Pada Desember 2014, rumahnya ludes terbakar. Ia dan keluarganya kehilangan rumah berserta isinya. Lebih parahnya lagi, rumah tersebut tidak diasuransikan sehingga mereka pun harus menumpang di rumah kerabatnya. Sehingga uang yang ia dapatkan dari menjual keperawanan akan ia gunakan untuk membantu kedua orang tuanya termasuk untuk membangun rumah yang baru.
Ariana Rela, perempuan berusia 20 tahun yang berasal dari Rusia juga melelang keperawanannya secara online. Putus asa akan biaya kuliah yang mahal membuat Ariana rela melelang kegadisannya dengan harga Rp2,1 miliar.
Sama seperti Aleexandra Kefren, Ariana lebih memilih untuk menjual keperawanannya untuk mendapatkan uang yang dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya yang sedang menempuh kuliah kedokteran, daripada melepas keperawanannya kepada teman dekatnya yang suatu saat dapat membuatnya patah hati.
Cerita berbeda datang dari seorang aktris bernama Aranya "Pui" Pathoumthong di Thailand. Jika perempuan lainnya melelang keperawanan untuk mendapatkan sejumlah uang, Pui menawarkan keperawanannya secara gratis melalui sebuah Billboard. Perempuan berusia 40 tahun tersebut ingin kehilangan keperawanannya untuk seorang pria yang bersedia untuk menikahinya.
Namun, pilihan para perempuan-perempuan ini tentu mengundang perdebatan. Terlepas dari alasan para perempuan yang melelang keperawanannya untuk membantu orang tua atau untuk sekolah, bagi mereka yang religius, melepas keperawanan sebelum menikah adalah sesuatu yang bertentangan dengan norma agama dan sosial.
Sedangkan ada juga pihak yang mendukung untuk melepas keperawanan di usia muda atau sebelum nikah. Allison Danish dalam tulisannya Virginity is a Social Construct mengklaim bahwa kehilangan keperawanan tidak berarti “menurunkan harga diri manusia”, berhubungan seks untuk pertama kalinya adalah “penting. ”
Melihat fenomena para perempuan yang menjual keperawanannya, tentu sedikit bertolak belakang dengan apa yang digagas oleh manusia pada zaman dulu. Menurut asisten profesor sosiologi di Universitas Vanderbilt di Tennessee, Laura Carpenter, keperawanan memiliki nilai yang tinggi pada manusia zaman dulu.
Di Amerika Serikat, pada tahun 1950-an, perempuan diharapkan untuk tetap mempertahankan kegadisannya hingga menikah. Namun, ketersediaan pil dan IUD pada tahun 1960 yang dikombinasikan dengan gerakan-gerakan hak gay, membuat perempuan yang terlibat seks pranikah menjadi hal yang umum di Amerika Serikat, menurut Carpenter.
Tetapi mengacu pada laporan Centers for Disease Control and Prevention, rata-rata orang Amerika kehilangan keperawanannya di usia 17 tahun, yang sebagai besar belum menikah di usia tersebut. Bahkan perempuan yang perawan di usia 20 hingga 24 tahun hanya berkisar 12,3 persen.
Selain itu, menurut WHO dalam laporannya yang berjudul Sexual Behaviour in Contex: a Global Perspective juga mengungkapkan di Inggris Australia dan Norwegia rata-rata perempuan akan kehilangan keperawanan di usia 17 tahun. Sedangkan di Perancis dan Italia, rata-rata perempuan di negara tersebut kehilangan keperawanan di usia 18 tahun.
Namun yang perlu diingat bahwa menurut laporan BBC, sebagian besar perempuan yang telah melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya di usia 15 belas tahun akan merasa tertekan. Lebih dari satu per tiga perempuan mengatakan mereka menyesal berhubungan seksual.
Tetapi kembali lagi, alasan dan motif memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan para perempuan yang ingin melepaskan keperawanannya.(tirto)
0 comments
Post a Comment