tauajalah.com - Salah satu negara dengan nama unik di Asia Tengah, Kyrgyzstan, merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Menurut data statistik, 86,3 persen penduduk negara tersebut memeluk agama Islam. Meski demikian, penerapan jilbab di negara itu sempat dianggap remeh.
Menurut mahasiswi yang juga berperan sebagai aktivis, Zarineh Barnieva, wanita berjilbab di Kyrgyzstan dulu sempat dianggap kuno atau tua. Mereka yang memakai jilbab dipandang sebelah mata karena masyarakat beranggapan hijab adalah simbol penindasan yang umumnya berasal dari pedesaan.
"Ada kebiasaan yang salah terhadap jilbab di Kyrgyzstan karena orang mengira perempuan berjilbab berasal dari desa yang tertindas. Mereka tidak berdaya dan tidak mampu membela hak-hak mereka," ujar Zarineh.
Namun itu dulu kini sikap masyarakat terhadap wanita berhijab telah berubah. Banyaknya muslimah berjilbab yang terjun ke bidang politik, budaya, serta sosial seolah menunjukkan bahwa hijab tidak menjadi penghalang untuk mereka berprestasi. Meski dulu diremehkan kini mereka berhasil di bidang masing-masing.
Salah satu contohnya adalah Saltanat, hijabers yang menjadi dosen di universitas internasional di Bishkek, Kyrgyzstan, Asia Tengah. Saltanat mengatakan kalau ia memakai jilbab bukan karena paksaan tapi pilihannya sendiri.
"Saya lebih memilih berjilbab dan tetap modern. Tidak ada yang memaksa saya untuk memakainya. Bagi saya jilbab bukan hanya penutup kepala tapi tanggung jawab terhadap Tuhan. Ini adalah tanda iman dan pilihan saya," ujar Saltanat.
Tidak hanya sukses di negaranya sendiri tapi beberapa hijabers yang berasal dari Kyrgyzstan juga banyak yang berhasil di negara lain. Seperti Gilmira dan Ilmira Othman Ava yang berhasil mengembangkan bisnis fashion muslim besar di Rusia.
Selain itu, Zarineh juga mengatakan ada hijabers lain yang sukses di negara barat layaknya Guljan Sadiq Ava, berhasil mendirikan sebuah lembaga amal di Chicago, Amerika Serikat. Jildiz Kalegunieva juga dikenal sebagai seorang profesor asal Kyrgyzstan yang mengembangkan nanoteknologi di sebuah universitas di Jepang. (detik)
0 comments
Post a Comment